Dilegalkan Dinas, Praktik Jual Beli Rusun Melenggang Bebas

Kamis, 07 April 2016 - 06:10 WIB
Dilegalkan Dinas, Praktik Jual Beli Rusun Melenggang Bebas
Dilegalkan Dinas, Praktik Jual Beli Rusun Melenggang Bebas
A A A
JAKARTA - Lemahnya tindakan tegas yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membuat praktik jual beli unit rusun di Kapuk Muara dan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara melenggang bebas.

Para penghuni rusun berkongkalikong dengan sejumlah oknum Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI untuk memuluskan langkah ini. Akibatnya, praktik yang ada pun terkesan dilegalkan setelah surat perjanjian baru sengaja diterbitkan.

Berdasarkan penelusuran SINDO, sedikitnya ada 16 unit rusun di kawasan Kapuk Muara yang telah berpindah tangan, mereka terdiri dari 11 unit di blok F, 2 unit diblok G, dan dua unit lain tersebar di blok B dan D. Sementara di kawasan Muara Baru diduga kuat 25 unit rusun sudah berpindah tangan.

Melalui salah seorang bekas pemilik rusun berinisial PL (48), terungkap jelas dibutuhkan uang sebesar Rp65 juta hingga Rp72 juta untuk memuluskan langkah ini. Uang itu meliputi uang sekitar Rp50 juta hingga Rp58 juta perjanjian antara pembeli dan penjual, dan Rp15 juta untuk oknum Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta. "Uang Rp15 juta itu buat penerbitan SP (surat perjanjian)," tutur PL kepada SINDO, Rabu 6 April 2016.

PL yang saat itu tinggal di salah satu unit rusun Muara Baru nekat menjual unit rusunawa lantaran tergiur dengan jumlah uang yang di janjikan. Terlebih saat itu, PL membutuhkan uang dengan jumlah besar, setelah anaknya sakit keras.

"Kami butuh uang bang, akhirnya kami jual tuh rusun, bayarnya cash juga," jelas PL menjelaskan kondisi saat itu, sembari menunjukan bukti kertas jual beli lengkap dengan materai.

Dari keterangan PL, tersiak kabar bahwa tak lama setelah dirinya mulus menjual unit rusun, beberapa tetangga juga ikut menjual. Mereka yang menjualpun kemudian nekat untuk berpindah ke kontrakan dengan kamar yang lebih kecil, sementara sisa uangnya banyak yang digunakan untuk usaha. "Yah kami buka warung klontong, jual pulsa, atau beli keperluan lain," ujarnya.

Sementara itu, penjual unit rusun lainnya, yang juga minta diinisialkan, SN (50), tak menampik bahwa upaya jual beli ini dimuluskan oleh sejumlah oknum dinas dan UNit Pelaksana Tugas (UPT). Hal ini terbukti dengan adanya penerbitan SP baru tak lama setelah proses jual beli unit rusun menjadi lulus. "Makanya kami tenang-tenang saja, orang SP-nya jelas terbit dan keluar ko," tambahnya.

Saat ini, SN bersama dengan empat anggota keluarga telah hidup nyaman di luar Jakarta. Uang sebesar Rp50 juta yang didapat dari jual beli itu, sebagian ia gunakan untuk membayar DP rumah di kawasan Tangerang, Banten. Sisanya, ia gunakan untuk biaya pernikahan anak keduanya pada bulan Februari 2016 lalu. "Kami ke sini mah cuma main, ketemu sama tetangga lama saja bang," ucapnya saat ditemui di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara.

Menurut keterangan PL dan SN, pihak pengelolah rusun mulai dari security, petugas dinas, hingga kebersihan sudah mengetahui pasti praktik jual beli rusun di kawasan Jakarta Utara. Namun bukannya malah melakukan tindakan, mereka malah terkesan membiarkan praktik ilegal itu. "Logikanya kalau misal enggak tahu, SP enggak keluar," cetusnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta, Ika Lestari Adji membantah, adanya tindakan ilegal yang dilakukan oleh pihaknya dalam praktik jual beli rusun. "Enggak benar itu. Kala ada oknum, kasih tahu saya, akan saya beri sanksi," tegas Ika ketika dikonfirmasi.

Karena itu, Ika meminta kepada warga yang merasa dirugikan dan mengetahui langsung praktik itu segera melaporkan kejadian itu kepada dirinya secara langsung. Nantinya dari laporan itu, pihaknya berjanji akan meneruskan dugaan praktek itu kepada pihak kepolisian untuk dilakukan pidana. "Kami pastikan akan kami tindak, ini komitmen kami untuk mencari penghuni rusun yang nakal," jelasnya.

Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Jogo menyakini praktek mafia rusun tidak hanya terjadi di dua rusun itu, sejumlah tempat juga diyakini banyak terdapat jual beli rusun.

Kondisi demikian, kata Nirwono, menilai tidak lepas dari lemahnya komitmen dan ketidak tegasan Pemprov DKI dalam menindak oknum didalam, kondisi ini terbukti dengan adanya SP baru tak lama setelah penghuni keluar. "Yah kalau enggak legal, ngapain mesti ada SP baru keluar," tanya Nirwono.

Demi membrantas praktik tersebut, Nirwono menyarankan kepada Pemprov DKI untuk melakukan pengelolahan rusun kepada pihak swasta sembari membentuk satgas anti mafia rusun. Nantinya melalui pengelolah swasta, lanjutnya, Pemprov dapat belajar menata rusun agar tak semerawut seperti saat ini. "Gaji dengan mahal, supaya bekerja profesional. Tapi dikasih kontrak, supaya setelah selesai kontrak bisa kita serap ilmunya," tutupnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4179 seconds (0.1#10.140)