Tanpa Fasilitas Pendukung, Penambahan Bus Dinilai Mubazir

Jum'at, 25 Maret 2016 - 02:32 WIB
Tanpa Fasilitas Pendukung, Penambahan Bus Dinilai Mubazir
Tanpa Fasilitas Pendukung, Penambahan Bus Dinilai Mubazir
A A A
JAKARTA - Untuk menata transportasi di Jakarta harus sesuai dengan Pola Transportasi Makro (PTM) yang tengah direncanakan sejak 2008. Dimana, pembenahan dimulai dari pembangunan infrastruktur, penambahan transportasi massal dan penaturan pembatasan kendaraan.

Artinya, apabila ada penambahan bus tetapi tidak dibarengi dengan fasilitas penunjangnya, subsidi pemerintah akan terlihat mubadzir.

Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Izul Waro mengatakan, sebelum mengoperasikan 600 bus dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Pemprov DKI meminta pemerintah daerah mitranya untuk membangun fasilita penunjangnya. Khususnya park and ride, halte dan pengintegrasian ke moda transportasi kereta api.

Sedangkan untuk 400 bus yang rencananya berada di dalam koridor Transjakarta, PT Transportasi Jakarta harus memanfaatkannya untuk menggantikan armadanya yang sudah tidak layak. Sebab, apabila masih ada bus yang mogok dan terbakar, Citra Pemprov DKI dalam menata transportasi akan rusak. Termasuk dengan membuat sistem tarif single trip untuk pengguna yang tidak rutin menggunakan Transjakarta.

"Permasalahanya bukan hanya bertarif murah. Bagaimana agar diminati penumpang? Fasilitas pendukungnya harus dilakukan. Tuntaskan PTM. Saya pikir kalau cuma penambahan bus, pemerintah hanya membuang uang untuk subsidi," kata Izul di Jakarta, Kamis 24 Maret 2016.

Pengamat Transportasi dari Institus Studi Transportasi (Instrans) ini menjelaskan, saat ini Pemprov DKI memang sedang memasuki masa transisi untuk menata transportasi di wilayahnya. Dia mengakui memang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Termasuk dalam merevitalisasi angkutan umum dengan skema rupiah per kilometer.

Tidak adil, kata dia, apabila peremajaan angkutan umum sebagai syarat rupiah per kilomete diberlakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) batas usia kendaraan maksimal 10 tahun. Menurutnya, apabila itu dilakukan, DKI akan mengalami kekurangan bus angkutan umum.

Akibatnya, masyarakat beralih menggunakan kendaraan pribadi dan ke transportasi online yang ramai dibicarakan saat ini. (Baca: Armada Metro Mini Akan Diganti Bus dari Kemenhub)

"Jadi memang harus direvisi perda batas usianya. Ikuti saja peraturan Kemenhub dengan batas usia bus besar 20 tahun. Nah tahun ini lakukan yang diatas 20 tahun, ganti dengan 600 bus yang diberikan Kemenhub. Tahun depan usia 15-20 bus sedang, dan tahun berikutnya 10-15 tahun untuk bus kecil," ungkapnya.

Sambil membenahi hal tersebut, lanjut Izul, pemerintah pusat dan Pemda membuat fasilitas penunjangnya, serta pengintegrasian rute dengan stasiun kereta api, integrasi dengan Mass Rapid Transit dan Light rail Transit (LRT).

Selain itu, Izul menyarankan agar Pemprov DKI meminta pihak kepolisian membuat komitmen kuat agar penambahan bus nantinya terlihat efektif. Dimana headway tidak boleh lagi lebih dari lima menit.

"Penambahan bus tentunya mengurangi kekosongan koridor yang dianggap kesempatan bagi kendaraan pribadi melintas. Kalau masih ada, polisi harus bertindak. Ini harus ada komitmen," pungkasnyaā€ˇ.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6905 seconds (0.1#10.140)