Pemprov DKI Luncurkan Tiga Aplikasi Sistem Informasi Elektronik
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meluncurkan tiga sistem informasi elektronik berbasis online.
Ketiga sistem itu, yakni sistem informasi e-Retribusi, sistem informasi e-Aset, dan sistem informasi buku kas umum (BKU).
Ketiganya diketahui adalah bagian dari proses pengembangan sistem informasi pengelolaan keuangan yang terintegrasi.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budihartono menjelaskan sistem informasi ini bertujuan mempermudah pencatatan transaksi keuangan dan aset lebih akurat.
Kemudian optimalisasi penerimaan daerah, pengamanan aset semakin meningkat dan posisi kas dapat dipantau secara harian. “Intinya, ketiga sistem informasi ini untuk mempermudah transparansi dan pengelolaan aset,” kata Heru, Sabtu (19/3/2016).
Aplikasi sistem e-retribusi merupakan aplikasi yang mempermudah masyarakat membayar retribusi langsung ke bank.
Dengan demikian seluruh penerimaan dari retribusi tersebut langsung tercatat dan terekam dalam laporan keuangan Bank DKI.
Kemudian sistem informasi e-Aset yang merupakan sistem aplikasi yang mempermudah pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memasukkan aset mereka dalam sistem komputerisasi.
“E-BKU untuk mempermudah para bendahara meng-input laporan keuangan atau transaksi keuangan setiap hari. Sehingga saldo akhirnya bisa dilihat oleh gubernur, wakil gubernur, sekda dan asisten sekda. Kalau tidak ada input saldo akhir maka tidak akan ada tambahan uang kas. Ini semua untuk transpransi yang memang sudah diperintahkan gubernur,” tuturnya.
Khusus untuk e-BKU dan e-Aset dinilai sebagai wujud komitmen Pemprov DKI terus meningkatkan pengendalian belanja daerah dengan menerapkan kebijakan non cash transaction. Artinya, semua transaksi belanja dilakukan melalui mekanisme transfer langsung ke pihak ketiga.
Dengan begitu, setiap aliran dana dapat ditelusuri melalu cash management system (CMS).
“Sekarang di DKI enggak bisa menarik uang kontan satu rupiah pun, semua harus transfer. Jadi kalau ada apa-apa, saya lacaknya gampang. Ada CMS dan sekarang e-BKU. Keduanya akan kita kombinasikan. Untuk transaksi bisa minta PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sehingga bisa ketahuan,” tuturnya.
PILIHAN:
Razia Lokalisasi, Polisi Temukan Golok dan Kontrasepsi
Ketiga sistem itu, yakni sistem informasi e-Retribusi, sistem informasi e-Aset, dan sistem informasi buku kas umum (BKU).
Ketiganya diketahui adalah bagian dari proses pengembangan sistem informasi pengelolaan keuangan yang terintegrasi.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budihartono menjelaskan sistem informasi ini bertujuan mempermudah pencatatan transaksi keuangan dan aset lebih akurat.
Kemudian optimalisasi penerimaan daerah, pengamanan aset semakin meningkat dan posisi kas dapat dipantau secara harian. “Intinya, ketiga sistem informasi ini untuk mempermudah transparansi dan pengelolaan aset,” kata Heru, Sabtu (19/3/2016).
Aplikasi sistem e-retribusi merupakan aplikasi yang mempermudah masyarakat membayar retribusi langsung ke bank.
Dengan demikian seluruh penerimaan dari retribusi tersebut langsung tercatat dan terekam dalam laporan keuangan Bank DKI.
Kemudian sistem informasi e-Aset yang merupakan sistem aplikasi yang mempermudah pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memasukkan aset mereka dalam sistem komputerisasi.
“E-BKU untuk mempermudah para bendahara meng-input laporan keuangan atau transaksi keuangan setiap hari. Sehingga saldo akhirnya bisa dilihat oleh gubernur, wakil gubernur, sekda dan asisten sekda. Kalau tidak ada input saldo akhir maka tidak akan ada tambahan uang kas. Ini semua untuk transpransi yang memang sudah diperintahkan gubernur,” tuturnya.
Khusus untuk e-BKU dan e-Aset dinilai sebagai wujud komitmen Pemprov DKI terus meningkatkan pengendalian belanja daerah dengan menerapkan kebijakan non cash transaction. Artinya, semua transaksi belanja dilakukan melalui mekanisme transfer langsung ke pihak ketiga.
Dengan begitu, setiap aliran dana dapat ditelusuri melalu cash management system (CMS).
“Sekarang di DKI enggak bisa menarik uang kontan satu rupiah pun, semua harus transfer. Jadi kalau ada apa-apa, saya lacaknya gampang. Ada CMS dan sekarang e-BKU. Keduanya akan kita kombinasikan. Untuk transaksi bisa minta PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sehingga bisa ketahuan,” tuturnya.
PILIHAN:
Razia Lokalisasi, Polisi Temukan Golok dan Kontrasepsi
(dam)