Diduga Ikut Gafatar, Dua Keluarga di Depok Hilang Misterius
A
A
A
DEPOK - Dua keluarga yang tinggal di Tanah Baru, Beji, Depok, Jawa Barat menghilang sejak dua bulan yang lalu secara misterius. Kehilangan dua keluarga ini diduga lantaran mengikuti aliran sesat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Dua keluarga itu terdiri dari delapan orang, Amar alias Beni (37), dan dua anaknya yaitu Nur Fatimah Zahra (12), dan M Rashid Ali (9).
Nur dan Ali adalah hasil pernikahan Amar dengan Ambarini (32), ibu yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya. Namun Amar dan Ambarini sudah bercerai.
Selain Amar dan dua anaknya, yang juga dilaporkan hilang adalah Soleh alias Bule (38), Santi atau istri Soleh (35), dan tiga anaknya, yakni Rosa (13), Ica (10) dan Eca (8).
Ambarini meyakini mantan suaminya dan keluarga yang juga hilang ikut Gafatar. Keyakinan itu dikarenakan Ambarini dahulu pernah ikut Al Qiyadah Islamiyah pimpinan Ahmad Mushadek tahun 2004-2005. Setelah itu sempat vakum karena Mushadek ditangkap tahun 2007.
"Kemudian saya dengar lagi di TV ada Gafatar. Saya langsung menduga mantan suami bawa anak-anak karena ikut ajaran itu," katanya di Depok, Senin 18 Januari 2016.
Sejak bercerai, dua anaknya ikut bersama Amar. Sejak 19 November 2015 lalu, Ambarini baru mengetahui kalau mantan suami dan dua anaknya hilang tanpa kabar yang jelas. Dia sempat mencoba menghubungi Amar namun tidak ada respon.
"Saya telepon enggak aktif, BBM (BlackBerry Mensenger), WA (Whatsapp) juga enggak ada jawaban," kata Ambarini.
Ambarini pun akhirnya melaporkan perihal kehilangan keluarganya itu ke Polsek Pasar Minggu karena dirinya berdomisili di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah itu, dia melapor ke Komnas Perlindungan Anak. "Tapi baik ke Komnas maupun kepolisian tidak ada tanggapan," sesalnya.
Keluarga Amar dan Soleh hilang di waktu berbeda. Keluarga Soleh menghilang lebih dahulu dibanding Amar dan dua anaknya. "Totalnya ada delapan orang. Keluarga Soleh hilangnya lebih dahulu dibanding mantan suami dan anak-anak saya. Mereka menghilang tiga bulan lebih awal," ungkapnya.
Ketika mengikuti Al Qiyadah, Ambarini mengaku ada kejanggalan. Misalnya, jamaah tidak perlu salat dan puasa karena saat itu belum menjadi orang beriman.
Selain itu diajarkan tafsir dan hafalan Alquran. Namun dia mengikuti saja lantaran mengikuti Amar. Namun Ambarini tak terlalu mendalami seperti Amar.
"Beberapa kali saya juga ikut pengajian dan memang enggak ada basecamp karena sering berpindah-pindah. Sempat juga dimintai biaya iuran per bulan katanya untuk hijrah. Namun karena saya sadar, ya enggak sampai terbawa," bebernya.
Mengetahui anaknya menghilang dan belum ditemukan hingga kini, Ambarini pun resah. Dia tak tahu lagi harus berbuat apa karena berbagai cara sudah dilakukan namun tidak ada hasil.
"Saya sudah lapor ke polisi dan komnas tapi enggak ditanggapi. Mereka bilangnya enggak apa-apa karena dibawa ayah kandungnya," katanya.
Ambarini pun sempat bertanya pada pengurus lingkungan tempat Amar tinggal. Dari Ketua RT didapat info kalau mantan suami dan dua anaknya pergi membawa Kartu Keluarga (KK) untuk pindah ke Kalimantan Barat.
"Berbagai cara saya lakukan sampai akhirnya saya ekspose ke media dengan harapan keberadaan mereka ditemukan," katanya.
Dia menambahkan, selama mengikuti ajaran Mushadek mantan suaminya itu tidak menunjukkan keanehan yang menonjol. Yang kelihatan berubah adalah mantan kakak iparnya yang bernama Soleh. "Dia bahkan enggak mau kenal keluarga karena beranggapan di luar anggota itu haram," tandasnya.
Sementara itu, Nurlaela, kakak kandung Amar dan Soleh menuturkan, selama berkumpul dengan keluarga mereka tidak pernah menceritakan tentang ajaran Al Qiyadah atau Gafatar.
"Kami ini keluarga besar. Beni anak ke-13 dari 13 bersaudara, Soleh anak ke-12 dan saya anak ke-9. Selama kumpul enggak pernah cerita. Saya tahunya juga baru-baru ini," kata Nurlaela.
Dia menambahkan, selama ini belum pernah bertemu dengan Mushadek. Dirinya mengaku kesal dengan Mushadek yang sudah membuat keluarganya menghilang tanpa kabar.
"Kalau ketemu mau saya siram dengan air comberan. Karena dia sudah menyebabkan adik-adik saya jadi sesat dan enggak kenal keluarga," pungkasnya.
PILIHAN:
Jadi Kurir, Sugito Tewas Mengenaskan di Dekat Teroris Sarinah
Dua keluarga itu terdiri dari delapan orang, Amar alias Beni (37), dan dua anaknya yaitu Nur Fatimah Zahra (12), dan M Rashid Ali (9).
Nur dan Ali adalah hasil pernikahan Amar dengan Ambarini (32), ibu yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya. Namun Amar dan Ambarini sudah bercerai.
Selain Amar dan dua anaknya, yang juga dilaporkan hilang adalah Soleh alias Bule (38), Santi atau istri Soleh (35), dan tiga anaknya, yakni Rosa (13), Ica (10) dan Eca (8).
Ambarini meyakini mantan suaminya dan keluarga yang juga hilang ikut Gafatar. Keyakinan itu dikarenakan Ambarini dahulu pernah ikut Al Qiyadah Islamiyah pimpinan Ahmad Mushadek tahun 2004-2005. Setelah itu sempat vakum karena Mushadek ditangkap tahun 2007.
"Kemudian saya dengar lagi di TV ada Gafatar. Saya langsung menduga mantan suami bawa anak-anak karena ikut ajaran itu," katanya di Depok, Senin 18 Januari 2016.
Sejak bercerai, dua anaknya ikut bersama Amar. Sejak 19 November 2015 lalu, Ambarini baru mengetahui kalau mantan suami dan dua anaknya hilang tanpa kabar yang jelas. Dia sempat mencoba menghubungi Amar namun tidak ada respon.
"Saya telepon enggak aktif, BBM (BlackBerry Mensenger), WA (Whatsapp) juga enggak ada jawaban," kata Ambarini.
Ambarini pun akhirnya melaporkan perihal kehilangan keluarganya itu ke Polsek Pasar Minggu karena dirinya berdomisili di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah itu, dia melapor ke Komnas Perlindungan Anak. "Tapi baik ke Komnas maupun kepolisian tidak ada tanggapan," sesalnya.
Keluarga Amar dan Soleh hilang di waktu berbeda. Keluarga Soleh menghilang lebih dahulu dibanding Amar dan dua anaknya. "Totalnya ada delapan orang. Keluarga Soleh hilangnya lebih dahulu dibanding mantan suami dan anak-anak saya. Mereka menghilang tiga bulan lebih awal," ungkapnya.
Ketika mengikuti Al Qiyadah, Ambarini mengaku ada kejanggalan. Misalnya, jamaah tidak perlu salat dan puasa karena saat itu belum menjadi orang beriman.
Selain itu diajarkan tafsir dan hafalan Alquran. Namun dia mengikuti saja lantaran mengikuti Amar. Namun Ambarini tak terlalu mendalami seperti Amar.
"Beberapa kali saya juga ikut pengajian dan memang enggak ada basecamp karena sering berpindah-pindah. Sempat juga dimintai biaya iuran per bulan katanya untuk hijrah. Namun karena saya sadar, ya enggak sampai terbawa," bebernya.
Mengetahui anaknya menghilang dan belum ditemukan hingga kini, Ambarini pun resah. Dia tak tahu lagi harus berbuat apa karena berbagai cara sudah dilakukan namun tidak ada hasil.
"Saya sudah lapor ke polisi dan komnas tapi enggak ditanggapi. Mereka bilangnya enggak apa-apa karena dibawa ayah kandungnya," katanya.
Ambarini pun sempat bertanya pada pengurus lingkungan tempat Amar tinggal. Dari Ketua RT didapat info kalau mantan suami dan dua anaknya pergi membawa Kartu Keluarga (KK) untuk pindah ke Kalimantan Barat.
"Berbagai cara saya lakukan sampai akhirnya saya ekspose ke media dengan harapan keberadaan mereka ditemukan," katanya.
Dia menambahkan, selama mengikuti ajaran Mushadek mantan suaminya itu tidak menunjukkan keanehan yang menonjol. Yang kelihatan berubah adalah mantan kakak iparnya yang bernama Soleh. "Dia bahkan enggak mau kenal keluarga karena beranggapan di luar anggota itu haram," tandasnya.
Sementara itu, Nurlaela, kakak kandung Amar dan Soleh menuturkan, selama berkumpul dengan keluarga mereka tidak pernah menceritakan tentang ajaran Al Qiyadah atau Gafatar.
"Kami ini keluarga besar. Beni anak ke-13 dari 13 bersaudara, Soleh anak ke-12 dan saya anak ke-9. Selama kumpul enggak pernah cerita. Saya tahunya juga baru-baru ini," kata Nurlaela.
Dia menambahkan, selama ini belum pernah bertemu dengan Mushadek. Dirinya mengaku kesal dengan Mushadek yang sudah membuat keluarganya menghilang tanpa kabar.
"Kalau ketemu mau saya siram dengan air comberan. Karena dia sudah menyebabkan adik-adik saya jadi sesat dan enggak kenal keluarga," pungkasnya.
PILIHAN:
Jadi Kurir, Sugito Tewas Mengenaskan di Dekat Teroris Sarinah
(mhd)