Dishub Sikat Angkutan Umum, Sopir Meradang
A
A
A
JAKARTA - Tindakan tegas Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) melakukan derek terhadap angkutan umum di Jakarta mendapat protes keras dari asosiasi sopir angkutan. Mereka menilai, tindakan ini membuat sopir angkutan menjadi kehilangan penghasilan.
Ketua Forum Kemudi Jabodetabek Willy Timong mengatakan, selain tidak punya penghasilan, para sopir juga kerap menerima perlakukan berlebihan dari petugas seperti penodongan menggunakan senjata laras panjang. "Ini sudah keterlaluan, bila memang kita salah seharusnya tegur kami, bukan main derek apalagi pakai senjata api. Emang kami perampok," kata Willy dalam acara diskusi dengan Dishubtrans DKI Jakarta dan Polres Jakarta Barat di Terminal Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat 18 Desember 2015 kemarin.
Willy menuturkan, Dishubtrans juga kerap melakukan tindak penderekan yang tak lazim. Salah satunya ikut menderek Kopaja, sekalipun berada di pul maupun bengkel.
Sekjen Serikat Pengemudi Angkutan Umum (SPAU) Jabodetabek Gono Karsono menambahkan, minimnya sosialisasi tentang daftar pelanggaran juga menjadi salah satu permasalahan. Karena banyak sopir yang akhirnya buta akan jenis pelanggaran dan sanksi.
"Tindakan tegas pun kadang mengada-ada. Masak mobil lulus uji KIR, tapi tetap diderek. Kalau begini, sudah saja tidak ada KIR, ujung-ujungnya kena tangkap juga," ucapnya.
Kepala Sudinhubtrans Jakarta Barat Tiodor Sianturi megungkapkan, langkah tegas ini dilakukan untuk menyelamatkan penumpang maupun masyarakat agar tidak terjadi kecelakaan, saat menggunakan angkutan massal. "Jadi kalau memang tidak laik jalan, sekalipun telah lulus KIR tetap kami sikat tanpa ampun," ungkap Tiodor.
Kepala Satlantas Polres Jakarta Barat, Kompol Heri Omposungu tak menampik kondisi angkutan massal di Jakarta Barat sangat mengkhawatirkan. "Kebanyakan kecelakaan angkutan umum di Jakarta Barat lantaran fisik mobil berupa rem blong. Sementara sisanya karena human eror, seperti tak dilengkapi SIM dan sopir mengantuk, presentasenya mungkin 70-30%," jelasnya.
Ketua Forum Kemudi Jabodetabek Willy Timong mengatakan, selain tidak punya penghasilan, para sopir juga kerap menerima perlakukan berlebihan dari petugas seperti penodongan menggunakan senjata laras panjang. "Ini sudah keterlaluan, bila memang kita salah seharusnya tegur kami, bukan main derek apalagi pakai senjata api. Emang kami perampok," kata Willy dalam acara diskusi dengan Dishubtrans DKI Jakarta dan Polres Jakarta Barat di Terminal Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat 18 Desember 2015 kemarin.
Willy menuturkan, Dishubtrans juga kerap melakukan tindak penderekan yang tak lazim. Salah satunya ikut menderek Kopaja, sekalipun berada di pul maupun bengkel.
Sekjen Serikat Pengemudi Angkutan Umum (SPAU) Jabodetabek Gono Karsono menambahkan, minimnya sosialisasi tentang daftar pelanggaran juga menjadi salah satu permasalahan. Karena banyak sopir yang akhirnya buta akan jenis pelanggaran dan sanksi.
"Tindakan tegas pun kadang mengada-ada. Masak mobil lulus uji KIR, tapi tetap diderek. Kalau begini, sudah saja tidak ada KIR, ujung-ujungnya kena tangkap juga," ucapnya.
Kepala Sudinhubtrans Jakarta Barat Tiodor Sianturi megungkapkan, langkah tegas ini dilakukan untuk menyelamatkan penumpang maupun masyarakat agar tidak terjadi kecelakaan, saat menggunakan angkutan massal. "Jadi kalau memang tidak laik jalan, sekalipun telah lulus KIR tetap kami sikat tanpa ampun," ungkap Tiodor.
Kepala Satlantas Polres Jakarta Barat, Kompol Heri Omposungu tak menampik kondisi angkutan massal di Jakarta Barat sangat mengkhawatirkan. "Kebanyakan kecelakaan angkutan umum di Jakarta Barat lantaran fisik mobil berupa rem blong. Sementara sisanya karena human eror, seperti tak dilengkapi SIM dan sopir mengantuk, presentasenya mungkin 70-30%," jelasnya.
(whb)