Sudah 3 Tahun, Bocah 8 Tahun Ini Mengaku Dianiaya Orang Tua
A
A
A
DEPOK - Malang nasib yang diderita SRP (8), warga Gunung Putri Bogor itu sejak tiga tahun lalu menjadi korban kekerasan yang dilakukan orang tuanya. SRP merupakan anak korban perceraian.
Konselor Anak yang juga Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak Pravistania Rhemadiara Putri mengatakan, sejak masih tinggal bersama orang tua kandungnya SRP sudah mendapat siksaan. Dan ketika orang tuanya bercerai SRP tinggal bersama BHP ayah kandungnya.
BHP menikah kembali dengan seorang wanita asal Singapura.
SRP kembali mendapat siksaan dari Banu dan ibu tirinya. Bahkan, SRP disuruh berjualan pakaian.
Korban juga tidak pernah disekolahkan oleh orang tuanya. Oleh ibu tirinya, SRP ditargetkan harus membawa uang setoran minimal Rp50.000, jika tidak dapat target, maka SRP selalu mendapat siksaan.
"Puncaknya pada Minggu 11 Oktober 2015 lalu, kemarin SRP hanya dapat uang Rp47.000 dan tidak berani pulang. SRP memilih untuk melarikan diri karena sudah lama juga dia disiksa," kata Pravistania Rhemadiara Putri, Jumat 16 Oktober 2015.
SRP melarikan diri dari Gunung Putri Bogor ke Cibubur yang merupakan perbatasan Depok-Jakarta Timur dengan jalan kaki. Kemudian naik angkot dan turun di perbatasan Depok.
Di sana dia ditolong oleh pedagang soto. Saat ditemukan, korban dalam kondisi memprihatinkan. "Banyak luka di sekujur tubuhnya. Ada juga luka bekas obat nyamuk bakar," katanya.
Oleh penjual soto, SRP diantar ke kantor polisi. Dia melapor ke Polsek Cibubur. Secara bersamaan, ayah korban juga melapor ke Polsek Gunung Putri karena kehilangan anak.
Ketika menerima laporam itu, Polsek Cibubur dan Gunung Putri berkordinasi dan kemudian ketika dihubungi ke nomor telepon yang diberikan orang tua SRP tidak aktif.
"Alamat yang diberikan saat laporan juga sepertinya palsu," ungkapnya. Saat ini SRP berada di safe house. SRP akan diperiksa ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya.
"Kalau mendengar nama orang tuanya atau mau dipulangkan dia masih sangat trauma. Dia enggak mau kalau dipulangkan," katanya.
Konselor Anak yang juga Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak Pravistania Rhemadiara Putri mengatakan, sejak masih tinggal bersama orang tua kandungnya SRP sudah mendapat siksaan. Dan ketika orang tuanya bercerai SRP tinggal bersama BHP ayah kandungnya.
BHP menikah kembali dengan seorang wanita asal Singapura.
SRP kembali mendapat siksaan dari Banu dan ibu tirinya. Bahkan, SRP disuruh berjualan pakaian.
Korban juga tidak pernah disekolahkan oleh orang tuanya. Oleh ibu tirinya, SRP ditargetkan harus membawa uang setoran minimal Rp50.000, jika tidak dapat target, maka SRP selalu mendapat siksaan.
"Puncaknya pada Minggu 11 Oktober 2015 lalu, kemarin SRP hanya dapat uang Rp47.000 dan tidak berani pulang. SRP memilih untuk melarikan diri karena sudah lama juga dia disiksa," kata Pravistania Rhemadiara Putri, Jumat 16 Oktober 2015.
SRP melarikan diri dari Gunung Putri Bogor ke Cibubur yang merupakan perbatasan Depok-Jakarta Timur dengan jalan kaki. Kemudian naik angkot dan turun di perbatasan Depok.
Di sana dia ditolong oleh pedagang soto. Saat ditemukan, korban dalam kondisi memprihatinkan. "Banyak luka di sekujur tubuhnya. Ada juga luka bekas obat nyamuk bakar," katanya.
Oleh penjual soto, SRP diantar ke kantor polisi. Dia melapor ke Polsek Cibubur. Secara bersamaan, ayah korban juga melapor ke Polsek Gunung Putri karena kehilangan anak.
Ketika menerima laporam itu, Polsek Cibubur dan Gunung Putri berkordinasi dan kemudian ketika dihubungi ke nomor telepon yang diberikan orang tua SRP tidak aktif.
"Alamat yang diberikan saat laporan juga sepertinya palsu," ungkapnya. Saat ini SRP berada di safe house. SRP akan diperiksa ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya.
"Kalau mendengar nama orang tuanya atau mau dipulangkan dia masih sangat trauma. Dia enggak mau kalau dipulangkan," katanya.
(whb)