Ini Pendapat Psikolog Soal Siswa Bacok Gurunya
A
A
A
JAKARTA - Aksi pembacokan seorang siswa SMK terhadap gurunya membuat semua pihak terperanjat. Menurut pandangan psikolog, rendahnya pendidikan karakter di sekolah menjadi salah satu pemicu anak menyelesaikan masalah dengan kekerasan.
Psikolog Universitas Pancasila Aully Grashinta menuturkan, tindakan agresif dilakukan salah satunya karena tidak punya cara lain yang dianggap efektis untuk mengatasi masalah. Anak usia SMK masih sangat emosional dan belum stabil. Artinya dia masih mengedepankan emosi. (Baca: Ini Kronologis Murid Bacok Gurunya di Tangerang)
"Atau dorongan dalam dirinya yang dikedepankan dibanding dengan pikiranjernih. Dia kurang memikirkan konsekuensiatas tindakan yang dilakukannya," kata Shinta kepada wartawan, Kamis (8/10/2015).
Alasan sering dimarahi memang bisa membuat anak merasa dendam dan tidak mau menerima keadaan itu. Tetapi pengambilan keputusan untuk menyakiti orang lain tentunya dilandasi dorongan agresif yang kuat.
"Jika didukung dengan lemahnya pengawasan dan pendidikan dari lingkungan maka tak jarang anak remaja terlibat tindakan kriminal," ungkapnya.
Pengambilan keputusan pada anak remaja cenderung sesaat dan kurang didukung oleh rasionalitas yang mumpuni. Cara berfikir jangka pendek tanpa berhitung tentang konsekuensi lebih jauh membuat banyak keputusan yang diambil menjadi kurang tepat.
Dikatakan, ada perbedaan antara generasi jaman dulu dan saat ini. Dulu, profesi guru sangat dihormati dan menjadi role model. Tapi sekarang dengan adanya arus globalisasi dan rendahnya fokus pendidikan berbasis karakter membuat nilai yang dianut menjadi berbeda. "Mereka melihat sesuatu secara instan dan cepat, tidak menghargai proses," ungkapnya.
PILIHAN:
POlisi Dapat Petunjuk Pembunuh Mayat Dalam Kardus
Psikolog Universitas Pancasila Aully Grashinta menuturkan, tindakan agresif dilakukan salah satunya karena tidak punya cara lain yang dianggap efektis untuk mengatasi masalah. Anak usia SMK masih sangat emosional dan belum stabil. Artinya dia masih mengedepankan emosi. (Baca: Ini Kronologis Murid Bacok Gurunya di Tangerang)
"Atau dorongan dalam dirinya yang dikedepankan dibanding dengan pikiranjernih. Dia kurang memikirkan konsekuensiatas tindakan yang dilakukannya," kata Shinta kepada wartawan, Kamis (8/10/2015).
Alasan sering dimarahi memang bisa membuat anak merasa dendam dan tidak mau menerima keadaan itu. Tetapi pengambilan keputusan untuk menyakiti orang lain tentunya dilandasi dorongan agresif yang kuat.
"Jika didukung dengan lemahnya pengawasan dan pendidikan dari lingkungan maka tak jarang anak remaja terlibat tindakan kriminal," ungkapnya.
Pengambilan keputusan pada anak remaja cenderung sesaat dan kurang didukung oleh rasionalitas yang mumpuni. Cara berfikir jangka pendek tanpa berhitung tentang konsekuensi lebih jauh membuat banyak keputusan yang diambil menjadi kurang tepat.
Dikatakan, ada perbedaan antara generasi jaman dulu dan saat ini. Dulu, profesi guru sangat dihormati dan menjadi role model. Tapi sekarang dengan adanya arus globalisasi dan rendahnya fokus pendidikan berbasis karakter membuat nilai yang dianut menjadi berbeda. "Mereka melihat sesuatu secara instan dan cepat, tidak menghargai proses," ungkapnya.
PILIHAN:
POlisi Dapat Petunjuk Pembunuh Mayat Dalam Kardus
(ysw)