Organda Minta DKI Hentikan Wacana Ojek Jadi Angkutan Umum
A
A
A
JAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta menghentikan wacana perizinan layanan ojek menjadi angkutan umum. Pasalnya, dikaji dari aspek manapun ojek tidak masuk dalam kategori angkutan umum.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, dikaji dari aspek manapun, layanan ojek tidak mampu masuk dalam kategori transportasi umum. Seperti hasil kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan saat mengeluarkan Undang-Undang Lalu Lintas No 22/2009.
"Ada tiga faktor yang membuat ojek tidak masuk dalam kategori transportasi umum. Yaitu, faktor keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Jadi lebih baik Pemprov segera hentikan wacana perizinan tersebut," kata Shafruhan, Senin 3 Agustus 2015 kemarin.
Sejak mencuatnya layanan aplikasi ojek pada 2014 dan didukung oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, hingga saat ini sedikitnya ada 10.000 pengemudi layanan aplikasi ojek. Artinya, pertumbuhan ojek semakin ramai dan tidak dapat dibatasi.
Akibatnya, faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan penumpang dapat terancam. Selain itu, lanjut Shafruhan, maraknya perkembangan layanan aplikasi ojek membuat sejumlah angkutan umum, khususnya bajaj dan mikrolet mengalami kerugian sekitar 40-50 %.
"Belum ada izin saja, pertumbuhannya sangat besar. Rata-rata itu bukan dari pengojek konvesional melainkan kalangan masyarakat lainnya. Biar bagaimanapun transportasi roda dua sangat membahayakan," tegasnya.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Dewan Trasnportasi Kota Jakarta (DTKJ) Leksmono Suryo Putranto menjelaskan, maraknya layanan aplikasi ojek saat ini merupakan dampak dari tidak adanya layanan transportasi umum di Jakarta yang laik. Namun, selama Undang-Undang Lalu Lintas No 22 tersebut belum direvisi, keberadaan ojek itu ilegal dan memberi dampak buruk bagi pengguna serta pemerintah.
Baik dari keselamatan pengguna maupun keuntungan pendapatan pemerintah. Solusinya, kata Leksmono, Pemprov DKI segera mengeluarkan izin operasional layanan ojek sementara sembari melakukan perbaikan terhadap layanan transportasi umum.
"Dalam UU ojek jelas bukan angkutan umum, dia adalah angkutan pribadi dan angkutan barang umum. Selama belum diganti, termasuk ilegal," tegasnya.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, dikaji dari aspek manapun, layanan ojek tidak mampu masuk dalam kategori transportasi umum. Seperti hasil kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan saat mengeluarkan Undang-Undang Lalu Lintas No 22/2009.
"Ada tiga faktor yang membuat ojek tidak masuk dalam kategori transportasi umum. Yaitu, faktor keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Jadi lebih baik Pemprov segera hentikan wacana perizinan tersebut," kata Shafruhan, Senin 3 Agustus 2015 kemarin.
Sejak mencuatnya layanan aplikasi ojek pada 2014 dan didukung oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, hingga saat ini sedikitnya ada 10.000 pengemudi layanan aplikasi ojek. Artinya, pertumbuhan ojek semakin ramai dan tidak dapat dibatasi.
Akibatnya, faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan penumpang dapat terancam. Selain itu, lanjut Shafruhan, maraknya perkembangan layanan aplikasi ojek membuat sejumlah angkutan umum, khususnya bajaj dan mikrolet mengalami kerugian sekitar 40-50 %.
"Belum ada izin saja, pertumbuhannya sangat besar. Rata-rata itu bukan dari pengojek konvesional melainkan kalangan masyarakat lainnya. Biar bagaimanapun transportasi roda dua sangat membahayakan," tegasnya.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Dewan Trasnportasi Kota Jakarta (DTKJ) Leksmono Suryo Putranto menjelaskan, maraknya layanan aplikasi ojek saat ini merupakan dampak dari tidak adanya layanan transportasi umum di Jakarta yang laik. Namun, selama Undang-Undang Lalu Lintas No 22 tersebut belum direvisi, keberadaan ojek itu ilegal dan memberi dampak buruk bagi pengguna serta pemerintah.
Baik dari keselamatan pengguna maupun keuntungan pendapatan pemerintah. Solusinya, kata Leksmono, Pemprov DKI segera mengeluarkan izin operasional layanan ojek sementara sembari melakukan perbaikan terhadap layanan transportasi umum.
"Dalam UU ojek jelas bukan angkutan umum, dia adalah angkutan pribadi dan angkutan barang umum. Selama belum diganti, termasuk ilegal," tegasnya.
(whb)