Sistem Rupiah per Km untuk APTB Masih Alot
A
A
A
JAKARTA - Penerapan sistem rupiah per kilometer terhadap Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tampaknya tidak berjalan lancar. Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta masih mempermasalahkan anggaran.
Berdasarkan informasi yang didapat, Kepala Bidang Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan DKI Jakarta Emanuel Kristanto mengatakan, selain teknis, penerapan sistem rupiah per kilometer itu terkendala anggaran. Menurutnya, pengoperasian sistem rupiah per kilometer memerlukan subsidi yang terlebih dahulu harus melihat ada atau tidaknya anggaran.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budihartono kecewa mendengar pernyataan Emanuel. Bahkan dia meminta pejabat eselon III itu distafkan. Sebab, anggaran untuk menerapkan sistem rupiah per kilometer melalui Public Service Obligation (PSO) yang diberikan kepada PT Transportasi Jakarta sudah disesuaikan dan bahkan melebihi pagu yang diminta oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut.
Sebelumnya, kata Heru, pada anggaran tahun ini, PT Transportasi Jakarta meminta anggaran PSO sebesar Rp930 Miliar. Namun, dengan berbagai pertimbangan pihaknya memberikan memberikan anggaran sekitar Rp1 Triliun yang sudah bisa dicairkan satu-dua minggu kedepan setelah Surat Keputusan (SK) Gubernur ditandatangani.
"PT Transportasi Jakarta kan masih punya cashflow yang bagus. Pak Emanuel jangan sok tahu. Kan dihitung dulu operasionalnya sesuai enggak dengan pengajuannya. Yang tahu prosedurnya itu PT Trnansportasi Jakarta," kata Heru saat dihubungi, Senin 11 Mei kemarin.
Sementara itu, Direktur PT Transportasi Jakarta Antonius Kosasih mengatakan pihaknya belum pernah membahas sistem rupiah per kilometer untuk angkutan umum khususnya APTB. "Kami belum membicarakan soal rupiah per kilometer. Pada dasarnya PT Transportasi Jakarta mengikuti arahan Pemprov sebagai regulasi. Kami hanya BUMD, jadi tidak bisa membuat regulasi," jelasnya.
Terkait dana PSO sebesar Rp1 triliun yang diberikan untuk PT Transportasi Jakarta, Kosasih tidak mau berkomentar lebih jauh perihal penggunannya. Menurutnya, anggaran tersebut sudah disesuaikan dengan Badan Pembina BUMD Penaman Modal (BPBPM) saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Saya mau koordinasi dulu dengan BPKAD dan Dishub. Apakah yang dibicarakan mereka itu," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta sejak membentuk BUMD PT Transportasi Jakarta pada awal tahun lalu selalu berwacana untuk memindahkan angkutan umum ke dalam PT yang dibawahi Antonius Kosasih itu. Tak tangung-tanggung, Mantan Bupati Belitung Timur itu pun pada akhir pekan lalu menyatakan telah menggelontorkan dana PSO kepada PT Transportasi Jakarta sebesar Rp1,36 Triliun.
Sistem rupiah per kilometer itu dinilai Ahok mampu mengatasi kemacetan akibat menunggu penumpang dan mengatasi fluktuatif harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, angkutan umum itu tidak lagi bergantung pada penumpang dalam sistem setoran. Angkutan umum itu dibayar setiap kilometer operasionalnya.
Pengamat Trasnportasi Universitas Tarumanegara, leksmono Suryoputranto mengakui sistem rupiah per kilometer seperti yang berlaku pada bus TransJakarta saat ini memang dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan transportasi. Terpenting, sistem tersebut harus didukung dengan kesepakatan seluruh stakeholder.
Berdasarkan pengamatannya, Leksmono melihat kurangnya komunikasi Ahok dengan bawahanya membuat sistem yang diningkan Ahok selalu tidak berjalan lancar.
"Gubernur itu memang penguasa tetapi jangan masuk ke dalam teknis. Harusnya beliau memberikan kekuasan ke Dishub, kalau ada penyelewengan baru tindak. Dishub saya lihat tidak percaya lagi oleh pimpinannya," ungkap kepala penelitian dan pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) itu.
Berdasarkan informasi yang didapat, Kepala Bidang Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan DKI Jakarta Emanuel Kristanto mengatakan, selain teknis, penerapan sistem rupiah per kilometer itu terkendala anggaran. Menurutnya, pengoperasian sistem rupiah per kilometer memerlukan subsidi yang terlebih dahulu harus melihat ada atau tidaknya anggaran.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budihartono kecewa mendengar pernyataan Emanuel. Bahkan dia meminta pejabat eselon III itu distafkan. Sebab, anggaran untuk menerapkan sistem rupiah per kilometer melalui Public Service Obligation (PSO) yang diberikan kepada PT Transportasi Jakarta sudah disesuaikan dan bahkan melebihi pagu yang diminta oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut.
Sebelumnya, kata Heru, pada anggaran tahun ini, PT Transportasi Jakarta meminta anggaran PSO sebesar Rp930 Miliar. Namun, dengan berbagai pertimbangan pihaknya memberikan memberikan anggaran sekitar Rp1 Triliun yang sudah bisa dicairkan satu-dua minggu kedepan setelah Surat Keputusan (SK) Gubernur ditandatangani.
"PT Transportasi Jakarta kan masih punya cashflow yang bagus. Pak Emanuel jangan sok tahu. Kan dihitung dulu operasionalnya sesuai enggak dengan pengajuannya. Yang tahu prosedurnya itu PT Trnansportasi Jakarta," kata Heru saat dihubungi, Senin 11 Mei kemarin.
Sementara itu, Direktur PT Transportasi Jakarta Antonius Kosasih mengatakan pihaknya belum pernah membahas sistem rupiah per kilometer untuk angkutan umum khususnya APTB. "Kami belum membicarakan soal rupiah per kilometer. Pada dasarnya PT Transportasi Jakarta mengikuti arahan Pemprov sebagai regulasi. Kami hanya BUMD, jadi tidak bisa membuat regulasi," jelasnya.
Terkait dana PSO sebesar Rp1 triliun yang diberikan untuk PT Transportasi Jakarta, Kosasih tidak mau berkomentar lebih jauh perihal penggunannya. Menurutnya, anggaran tersebut sudah disesuaikan dengan Badan Pembina BUMD Penaman Modal (BPBPM) saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Saya mau koordinasi dulu dengan BPKAD dan Dishub. Apakah yang dibicarakan mereka itu," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta sejak membentuk BUMD PT Transportasi Jakarta pada awal tahun lalu selalu berwacana untuk memindahkan angkutan umum ke dalam PT yang dibawahi Antonius Kosasih itu. Tak tangung-tanggung, Mantan Bupati Belitung Timur itu pun pada akhir pekan lalu menyatakan telah menggelontorkan dana PSO kepada PT Transportasi Jakarta sebesar Rp1,36 Triliun.
Sistem rupiah per kilometer itu dinilai Ahok mampu mengatasi kemacetan akibat menunggu penumpang dan mengatasi fluktuatif harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, angkutan umum itu tidak lagi bergantung pada penumpang dalam sistem setoran. Angkutan umum itu dibayar setiap kilometer operasionalnya.
Pengamat Trasnportasi Universitas Tarumanegara, leksmono Suryoputranto mengakui sistem rupiah per kilometer seperti yang berlaku pada bus TransJakarta saat ini memang dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan transportasi. Terpenting, sistem tersebut harus didukung dengan kesepakatan seluruh stakeholder.
Berdasarkan pengamatannya, Leksmono melihat kurangnya komunikasi Ahok dengan bawahanya membuat sistem yang diningkan Ahok selalu tidak berjalan lancar.
"Gubernur itu memang penguasa tetapi jangan masuk ke dalam teknis. Harusnya beliau memberikan kekuasan ke Dishub, kalau ada penyelewengan baru tindak. Dishub saya lihat tidak percaya lagi oleh pimpinannya," ungkap kepala penelitian dan pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) itu.
(hyk)