NPI Surplus Tipis

Kamis, 16 April 2015 - 08:12 WIB
NPI Surplus Tipis
NPI Surplus Tipis
A A A
Surplus adalah sebuah kata yang selalu dinantikan setiap kali Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja neraca perdagangan Indonesia (NPI).

Dalam tiga bulan awal 2015 ini, kata surplus terus mewarnai perkembangan NPI meski angkanya tercatat masih tipis. Data terbaru yang dipublikasi BPS menunjukkan NPI mengalami surplus sebesar USD1,13 miliar pada Maret lalu. Realisasi nilai ekspor sebesar USD13,71 miliar, sedangkan nilai impor sekitar USD12,58 miliar.

Perolehan nilai ekspor maupun impor tersebut mengalami penurunan masingmasing 9,75% dan 13,3% bila dibandingkan pencatatan pada periode yang sama tahun lalu. Surplus NPI setiap Maret sudah langganan, namun perolehan kali ini tertinggi sejak 2011. Surplus NPI yang tercetak pada kuartal pertama tahun ini mencapai sebesar USD2,43 miliar yang terbentuk dari selisih nilai ekspor sebesar USD39,13 miliar dan impor senilai USD36,7 miliar.

Bila mencermati angka-angka yang disajikan BPS, pangsa pasar ekspor nonmigas didominasi oleh tiga negara dan ASEAN. Meliputi Amerika Serikat (AS) senilai USD3,78 miliar atau 11,3%, ditempel Jepang sebesar USD3,56 miliar atau 10,66%, diikuti Tiongkok sekitar USD3,13 miliar atau 9,37%, sedang ASEAN mengambil porsi yang cukup besar sekitar USD6,84 miliar atau 20,46%.

Adapun impor nonmigas juga dikuasai tiga negara. China berada di urutan pertama senilai USD7,46 miliar atau 24,37%, disusul Jepang sebesar USD3,70 miliar atau 12,1%, dan Thailand sekitar USD2,13 miliar atau 6,97%. Selebihnya ”disumbangkan” ASEAN senilai USD6,4 miliar atau 21,09% dan Uni Eropa sebesar USD2,8 miliar atau 9,15%. Sektor migas tetap setia mencetak defisit. Pada kuartal pertama tahun ini defisit yang terbukukan tertulis sebesar USD401 juta.

Angka tersebut dihasilkan dari defisit perdagangan minyak mentah sebesar USD93 juta dan defisit perdagangan hasil minyak sebesar USD3,05 miliar. Sebaliknya, perdagangan gas justru mencetak surplus senilai USD2,74 miliar. Saat NPI berkinerja surplus, Bank Indonesia (BI) juga memberi kabar positif. Sebelumnya, berdasarkan hasil rapat Dewan Gubernur BI, suku bunga acuan (BI Rate ) diputuskan tetap bertengger di level 7,5%.

Selain mempertahankan BI Rate , bank sentral juga tidak mengutak- atiksukubunga depositfacility dilevel5,5% dansukubunga lending facility di tingkat 8%. Langkah BI tersebut bagian dari upaya mengendalikan laju angka inflasi di bawah 4% plus-minus 1% tahun ini.

Meski indikator ekonomi tersebut mulai menunjukkan kecerahan, pemerintah jangan dulu berharap banyak target pertumbuhan ekonomiyangdipatok5,7% tahun ini bisa dicapai dengan mudah. Bank sentral yang memprediksi perekonomian tumbuh pada kisaran 5,4- 5,8% mulai ragu melihat perkembangan perekonomian baik dari sisi domestik maupun secara global. BI bahkan menilai ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi mengarah ke bawah batas prediksi.

Sebelumnya sejumlah lembaga keuangan internasional sepertinya sepakat memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah perkiraan yang telah dipatok pemerintah. Mulai dari Bank Dunia yang menorehkan angka pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,2% hingga 5,5%. Selanjutnya Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada level 5,3%. Adapun IMF memperkirakan pertumbuhan sekitar 5,25%.

Sementara itu, Bank Pembangunan Asia memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,5%, sedikit lebih optimistis dibandingkan prediksi lembaga keuangan lainnya. Pemerintah mengakui bahwa tantangan yang dihadapi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dipatok di level 5,7% tidak mudah.

Memang, pemerintah tidak melipat tangan untuk menghalau faktor penghambat pertumbuhan ekonomi, termasuk bagaimana menggenjot kinerja ekspor secara maksimal. Dalam tiga bulan awal tahun ini NPI mencatat surplus, namun nilai ekspor anjlok sekitar 11,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan nilai ekspor itu dipicu anjloknya harga komoditas penting dunia.

Bayangkan, dari 25 komoditas yang diperdagangkan, hanya dua komoditas yang harganya naik. Artinya, lengan baju masih harus digulung lebih tinggi lagi untuk meraih 5,7% pertumbuhan ekonomi bila mengandalkan kinerja ekspor.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3879 seconds (0.1#10.140)