Hijrah Multidimensi

Sabtu, 25 Oktober 2014 - 20:05 WIB
Hijrah Multidimensi
Hijrah Multidimensi
A A A
FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Umar bin Khattab dalam kapasitasnya sebagai khalifah ar-rasyidin kedua (13-23 H/634-644 M) menetapkan hijrah Nabi Muhammad SAW sebagai permulaan tahun baru Islam atau yang dikenal sebagai Tahun Hijriah.

Ada perbedaan antara Tahun Hijriah dan Tahun Masehi. Tahun Masehi dihitung berdasarkan tahun kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa), sedang Tahun Hijriah dihitung berdasarkan tahun hijrah Nabi Muhammad. Tahun Masehi dihitung berdasarkan peredaran matahari, sedang Tahun Hijriah dihitung berdasarkan peredaran bulan. Pergantian hari pada Tahun Masehi terjadi pada waktu tengah malam (pukul 00), sedang pergantian hari pada Tahun Hijriah terjadi pada waktu matahari terbenam (magrib). Menurut hitungan Tahun Masehi, sekarang ini 2014, sedang menurut hitungan kalender Islam (Hijriah), sekarang ini tahun 1436 (mulai 25 Oktober 2014).

Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tahun 622 Masehi. Hijrah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya karena pada saat itu kaum kafir Quraisy di Mekkah berkomplot hendak membunuh Nabi dan para pengikutnya. Kaum Quraisy menentang keras upaya penyiaran Islam yang dilakukan oleh Nabi karena gerakan Nabi itu dianggap sebagai ancaman serius yang hendak meruntuhkantradisi, kepercayaanpoliteistik (paganisme), dan hak-hak istimewa para elite Quraisy. Nabi Muhammad dan para sahabat yang jumlahnya sangat sedikit lantas melaksanakan hijrah dari Mekkah ke Madinah, mencari tempat yang aman, kondusif, dan strategis dalam rangka menyebarkan agama Islam.

Di Madinah, Nabi benarbenar berhasil melaksanakan dakwah dan membangun komunitas muslim. Ketika masih di Mekkah, Nabi belum berhasil membangun komunitas muslim karena oposisi keras dan sengit yang dilancarkan oleh pihak Quraisy. Ini berarti, dengan melakukan hijrah Nabi berhasil melaksanakan misi dakwahnya sekaligus berhasil membangun komunitas muslim yang diidamkan. Visi kenegarawanan Muhammad direalisasikan dengan membuat perjanjian damai dengan komunitas Arab nonmuslim dan komunitas Yahudi dalam bentuk Piagam Madinah, mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, membangun masjid sebagai pusat ibadah dan musyawarah, dan memberdayakan kehidupan sosial umat Islam.

Multidimensi Hijrah

Tahun Hijriah merupakan momentum untuk bermuhasabah (mawas diri, introspeksi diri, dan koreksi diri). Karena itu, Tahun Baru Hijriah hendaknya disambut dan dimaknai dengan spirit dan komitmen untuk mengamalkan moral kenabian dan moral ketuhanan. Bukan sekadar menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seremonial yang hanya bersifat instan-dekoratif, setelah itu usai. Peringatan dan perayaan tahun baru Hijriah itu hendaknya lebih substantif dan bermakna.

Umat Islam hendaknya dapat mengambil butir-butir makna dan pesan kenabian dan ketuhanan yang terkandung dalam peristiwa hijrah Nabi itu. Makna, pesan, dan ajaran kenabian dan ketuhanan ini hendaknya diterapkan dalam kehidupan umat Islam sekaligus dijadikan sebagai kontribusi kaum muslim bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Makna, pesan, dan ajaran kenabian dan ketuhanan yang dapat dipetik oleh umat Islam dari peristiwa hijrah dan sekaligus perlu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah sebagai berikut.

Pertama, umat Islam hendaknya berhijrah dari alam kebodohan menuju ke alam kecerdasan, pencerahan, kepandaian, dan keterampilan. Umat Islam hendaknya mampu mengikis kebodohan dan pada gilirannya mampu menciptakan, menguasai, dan mengaplikasikan sains dan teknologi di era global sekarang ini. Ini berarti, lembagalembaga pendidikan Islam di setiap tingkat dan satuan hendaknya ditata secara lebih baik agar menghasilkan keluaran yang lebih baik, lebih pandai, lebih terampil, dan lebih cerdas sehingga mampu memasuki dunia kerja di era persaingan global. Perbaikan mutu pendidikan Islam berarti ikut memperbaiki pendidikan bangsa Indonesia.

Kedua, umat Islam hendaknya berhijrah dari keterbelakangan dan kemunduran menuju ke alam kemajuan dan kecanggihan. Keterbelakangan dan kemunduran adalah dosa sosial dan dosa intelektual yang wajib diberantas dari segala aspek kehidupan kaum muslim. Keterbelakangan, keterpurukan, dan kemunduran yang berakar pada kemiskinan dan kefakiran harus ditanggulangi karena kemiskinan dan kefakiran lebih dekat kepada kekafiran.

Ketiga, umat Islam hendaknya berhijrah dari keburukan menuju kebaikan. Segala perilaku tercela dan perilaku koruptif harus ditinggalkan, sebaliknya perilaku terpuji, kebaikan, kebajikan, dan kasalehan harus dilaksanakan. Segala bentuk korupsi harus diberantas karena korupsi merupakan perbuatan sangat tercela dan sangat terlarang agama. Sifat-sifat jahiliah harus ditinggalkan, sedang sifat-sifat islami harus dilakukan.

Keempat, umat Islam harus berhijrah dari konflik ke perdamaian. Segala bentuk tawuran, konflik, kekerasan, brutalisme, dan anarkisme harus dijauhkan. Persatuan, kedamaian, perdamaian, toleransi, harmoni, dan kerukunan harus ditempatkan sebagai bagian integral kehidupan kemasyarakatan, keumatan, dan kebangsaan.

Kelima, umat Islam hendaknya berhijrah dari sifat ketidakpedulian ke sifat penuh kepedulian. Bagi yang mampu dan mempunyai kelebihan harta, hendaknya menyisihkan sebagian harta mereka untuk membantu saudara-saudara yang miskin, kaum dhuafa, dan para korban bencana alam. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Umat Islam hendaknya dapat mempercepat hijrah dari kemiskinan ke kehidupan yang layak sehingga tingkat kemiskinan dapat dikurangi secara signifikan.

Keenam, umat Islam hendaknya mempercepat hijrah dari ketidakberdayaan sosial menuju ke pemberdayaan sosial. Kepekaan dan kreativitas iman harus terus diasah dan ditingkatkan untuk terus melahirkan karya-karya sosial dan karya-karya kemanusiaan yang berguna bagi kepentingan umat dan bangsa secara keseluruhan. Karena sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak amalnya dan memberikan manfaat yang besar kepada orang lain.

Ketujuh, umat Islam hendaknya berhijrah dari sifat egoistis menuju ke sifat sosialistis humanis. Agama melarang dan menutup jalan munculnya egoisme, sebaliknya agama melatih dan mendidik penganutnya bersifat sosialis-humanis. Sifat dan perbuatan mementingkan diri sendiri adalah sifat dan perilaku yang antisosial.

Demikian antara lain butirbutir makna, pesan, dan ajaran moral kenabian dan ketuhanan yang dapat dipetik dan diteladani dari hijrah Nabi Muhammad. Dalam konteks kekinian, sudah sepantasnya kita menangkap, meresapi, dan melaksanakan makna, pesan, dan ajaran hijrah Nabi yang multidimensi itu dalam kehidupan keumatan dan kebangsaan. Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1436 Hijriah.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3497 seconds (0.1#10.140)