Sejarah dan Asal-usul Diperintahkannya Makan Sahur

Kamis, 21 April 2022 - 03:15 WIB
loading...
Sejarah dan Asal-usul Diperintahkannya Makan Sahur
Perbedaan antara puasa umat muslim dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur. Foto ilustrasi/Ist
A A A
Makan sahur adalah makan yang penuh berkah. Umat Islam perlu mengetahui sejarah dan asal usul diperintahkan makan sahur. Berikut ulasannya.

Berbahagialah orang yang makan sahur karena para Malaikat bersholawat kepada orang yang makan pada waktu sahur meskipun hanya dengan sebiji kurma atau seteguk air.



Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintah umatnya mengakhirkan makan sahur mengingat berkahnya waktu tersebut. Asal-usul makan sahur ternyata bermula dari kisah seorang sahabat Nabi yang mengalami pingsan saat berpuasa.

Dikisahkan, tahun pertama puasa Ramadhan, Kota Madinah kala itu sedang dalam kondisi panas-panasnya. Meski sebagian sahabat sudah mafhum lantaran perintah serupa pernah ada dalam agama tauhid sebelumnya, namun menahan lapar dan dahaga tetap saja bukan tantangan sembarang bagi masyarakat Arab.

Salah satu sahabat Nabi yang taat adalah Qais ibn Shirmah radhiyallahu 'anhu. Dengan penuh semangat ia menjalankan ibadah puasa tanpa sedikit pun mengurangi kebiasaannya bekerja di ladang.

Maghrib pun tiba. Sesampainya di rumah, Qais bertanya kepada istrinya menu apa yang bisa disantap untuk berbuka. "Maafkan aku, suamiku. Tak ada satu makanan pun yang dapat dihidangkan hari ini. Tunggulah, aku akan mencarikannya untukmu," jawab istri Qais.

Tak ada makanan yang tersedia, bukan perkara aneh. Sebab, dalam kebiasaan puasa sebelumnya tidak dikenal kesunnahan makan sahur dan berbuka.

Karena menunggu cukup lama, Qais pun tertidur. "Kasihan sekali wahai engkau, Qais," ucap lirih sang istri sekembali pulang tanpa berani membangunkan.

Pagi harinya, Qais terbangun. Ia menunaikan sholat Subuh dan langsung kembali bekerja di ladang. Hingga di tengah hari kemudian, terdengar kabar Qais jatuh pingsan.

Apa yang menimpa Qais sampai ke telinga Rasulullah SAW. Baginda Rasul bermenung, kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu, Surat Al-Baqarah Ayat 187:

وَكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الۡخَـيۡطُ الۡاَبۡيَضُ مِنَ الۡخَـيۡطِ الۡاَسۡوَدِ مِنَ الۡفَجۡرِ‌ؕ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيۡلِ‌

"...Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam..." (QS Al-Baqarah Ayat 187)

Nabi Muhammad kemudian menyampaikan firman Allah tersebut kepada para sahabat. Beliau kemudian bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

Artinya: "Perbedaan antara puasa kita dan puasa ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur." (HR Muslim No 1096 dari 'Amr bin 'Ash)

Mendapat kabar baik yang disampaikan Nabi, para sahabat merasa lega dan gembira. Di masing-masing benaknya yakin, anjuran santap sahur itu makin menjelaskan bahwa Islam adalah sebenar-benarnya agama keselamatan.

Referensi:
- Hadis yang diriwayatkan al-Barra ibn Azib dalam Al-Jami Al-Musnad as-Sahih Al-Mukhtasar min Umur Rasulilah wa Sunanihi wa Ayyamihi
- Shahih Al-Bukhari No 1915
- Kitab Fathul Baari.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1108 seconds (0.1#10.140)