Penambahan Bus di DKI Belum Memenuhi Tata Ruang

Kamis, 20 Oktober 2016 - 02:13 WIB
Penambahan Bus di DKI Belum Memenuhi Tata Ruang
Penambahan Bus di DKI Belum Memenuhi Tata Ruang
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta terus berupaya memperbaiki layanan angkutan umum di wilayahnya dengan terus mendatangi bus baru berteknologi tinggi. Trayek bus untuk mengakomodir operasional bus-bus tersebut dinilai belum memenuhi tata ruang.

Direktur Institut Studi Transportasi (Instrans), Dharmanigtyas menyambut baik pengadaan bus yang secara kontinue dilakukan Pemprov DKI untuk mengurai kemacetan di wilayahnya. Apalagi, wacana bus gratis dan murah sudah direalisasikan sebagian. Namun, dia menyayangkan pengadaan bus yang dilakukan belum memenuhi tata ruang. Akibatnya, bus-bus jalan sendiri tanpa penumpang.

Tyas mencontohkan, Jalan Simatupang, Jakarta Selatan yang telah berubah fungsi menjadi pusat bisnis dan perkantoran sampai saat ini belum ada penataan jalur kebutuhan masyarakat. Kemudian bus gratis hanya di kawasan Sudirman dan sekitarnya.

"Kampung Rambutan-Lebak Bulus harusnya ada jalur bus TransJakarta, Lebak Bulus-Blok M juga harus ada jalur. Bus gratis coba sampai Semanggi-Kota-Juanda, pasti penuh. Intinya, Pengadaan bus itu harus dibarengi dengan penataan trayek," kata Dharmanigtyas saat dihubungi, Rabu (19/10/2016).

Tyas menjelaskan, penataan trayek yang dilakukan Pemprov DKI tidak menggunakan kajian perjalanan kebutuhan penumpang. Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) sebagai regulator yang berwenang mengatur trayek hanya melakukan perbaikan trayek. Padahal, seiring perkembangan pembangunan, banyak peruntukan ruang kota yang berubah fungsi.

Selain tidak adanya perpindahan pengendara pribadi ke angkutan umum, lanjut Tyas, trayek yang dilakukan tanpa kajian justru mematikan operator existing yang tengah membantu pemerintah dalam memenuhi perjalanan penumpang.

"DKI sangat mampu mengelola bus sendiri. Tapi semua harus melalui kajian. Tidak bisa asal menempatkan bus di tempat operator bus existing beroperasi," pungkasnya.

Ketua organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan meminta Pemprov DKI Jakarta sebagai regulator lebih bijak dalam menata transportasi umum. Sebab, operator angkutan umum yang ada saat ini merupakan korban dari kebijakan regulator sebelumnya.

Artinya, kata Shafruhan, pemerintah tidak bisa begitu saja mematikan operator dengan menempatkan bus pengadaan miliknya. Terkecuali, para operator tidak mau mengikuti regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Kami semua operator setuju dengan revitalisasi angkutan umum. Kami butuh pembinaan, bukan pembinasaan. Kalau dibunuh langsung, pasti akan timbul keresahan sosial," tegasnya.

Terkait kajian trayek, kata Shafruhan, pemprov DKI tidak bisa memberikan trayek begitu saja kepada Badan Usaha Milik daerah (BUMD) PT Transportasi Jaarta. Menurutnya, trayek itu merupakan kewenangan sepenuhnya regulator. Dia menilai yang terjadi saat ini, trayek angkutan umum diserahkan kepada PT Transportasi Jakarta, sehinga mereka memiliki peluang bisnis lebih besar untuk menjual bus.

Untuk menentukan trayek, kata Shafruhan, tentunya memang harus melalui kajian untuk mengakomodir perjalanan masyarakat yang merupakan salah satu tujuan pola operasional angkutan umum. Terlebih, banyak kawasan pemukiman yang kini sudah banyak perubahan. Apabila itu dilakukan asal-asalan, tujuan memindahkan penggun kendaraan pribadi ke angkutan umum tidak akan terwujud. Sehingga, kemacetan tidak akan bisa terurai.

"Banyak trayek pemukiman yang demandnya sudah berpindah. Itu harus dikaji ulang dan dievaluasi. Bukan malah memberikan sepenuhnya kepada PT Transportasi Jakarta. Direksinya itu jualan bus, kalau otaknya bisnis ya mati kita pengusaha kecil begini," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah mengakui bila seluruh trayek angkutan umum Bus Rapid Transit (BRT) dan non BRT memang berada dibawah PT Transportasi Jakarta. Namun, tentunya harus persetujuan dari Dishub. Sebab, dalam konsep revitalisasi angkutan umum, semua angkutan umum akan menggunakan skema rupiah perkilometer yang disubsidi oleh Pemprov DKI melalui PT Transportasi Jakarta.

Sehingga, lanjut Andri, kedepannya tidak ada lagi angkutan umum yang mengetem dan berhenti sembarang untuk menaikan-menurunkan penumpang.

"Kami tidak begitu saja memberikan trayek. Kami yang memutuskan bila mereka melihat adanya kebutuhan penumpang," ungkapnya.

Andri membantah bila penentuan trayek itu tidak melalui kajian. Sebab, semua trayek yang sudah dilakukan saat ini sesuai dengan kebutuhan perjalanan penumpang dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Memang, kata dia, masih ada beberapa perjalanan penumpang yang belum terakomodir. Khsusunya ke pemukiman-pemukiman. Pasanya, untuk trayek bus kecil belum dilakukan.

"Kami targetkan perbaikan angkutan umum selesai pada 2018 berbarengan dengan Elektronik Road Pricing (ERP) dan Mass Rapid Transit (MRT). Jadi kalau kendaraan pribadi sudah dibatasi dan bus-nya bagus seperti yang terus didatangkan oleh Pemprov DKI saat ini, kami yakin pengendara pribadi akan beralih," tegasnya.

Bus baru yang didatangkan PT Transportasi Jakarta, menurut Andri sesuai dengan keinginan penumpang. Dia menyebutkan sedikitnya ada 120 bus yang datang bertahap dan ditempatkan di Koridor 6 (Ragunan-Dukuh Atas) dan Koridor 9 (Pinang Ranti-Pluit). Sebab, bus existing yang ada disana sudah melebihi batas usia peremajaan.

Andri meminta operator existing tidak perlu khawatir dengan adanya bus pengadaan Pemprov sendiri. Sebab, PT Transportasi Jakarta sangat membuka diri bagi mereka yang mau bergabung dengan syarat menyerahkan bus lamanya untuk scraping sebelum mendapatkan bus baru. Sehingga, jumlah bus di trayek tidak berhimpitan.

"Bus ini bus single tapi berfasilitas sesuai kebutuhan penumpang. Aman, nyaman dan cepat. Kami berharap para operator existing mau bergabung secepatnya," pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7119 seconds (0.1#10.140)