Pengamat: Ahok Harus Akui Belum Mampu Menangani Banjir

Senin, 29 Agustus 2016 - 01:28 WIB
Pengamat: Ahok Harus Akui Belum Mampu Menangani Banjir
Pengamat: Ahok Harus Akui Belum Mampu Menangani Banjir
A A A
JAKARTA - Banjir yang melanda kawasan Kemang, Jakarta Selatan salahsatunya disebabkan dari kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kerap menyalahkan dan tidak mau mendengarkan saran akademisi dan ahli.

Harusnya, kata pengamat perkotaan universitas Trisakti, Nirwono Joga, gubernur DKI mau mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat, akademis, penggiat lingkungann termasuk anak buah di jajarannya.

Padahal, kata Nirwono, hampir setiap tahun selama kepemimpinan Ahok, banjir di kawasan DKI Jakarta disebabkan oleh hujan lokal.

Untuk itu, dia berharap guberur Ahok dengan rendah hati meminta maaf, mengakui masih belum mampu menangani banjir dan meminta dukungan masyarakat warga Jakarta dalam menanani banjir.

Nirwono juga meminta agar Gubernur Ahok bersedia mendenar masukan dari masyarakat, akademisi, penggiat lingkungan, komunitas dengan tulus bersama jajaranya seperti dinas Tata Air, Dinas Perumahan, BPLHD dan sebagainya.

Kemudian, masukan-masukan tersebut dijabarkan dalam revisi Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) diikuti dalam penganggaran yang jelas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belana Daerah (RAPBD) 2017 untuk program kegiatan yang nyata berhubunan dengan pnanganan banjir tersebut. Terutama di kawasan yang kemarin paling terdampak banjir.

"Tidak ada lagi alasan seperti akibat alam hujan yang lebat. ini kan musim kemarau bukan musim hujan. Tidak juga perlu membela diri karena masih banyak pekerjaan penanganan banjir yang belum tuntas, apaagi menyalahkan warga," kata Nirwono saat dihubungi, Minggu (28/8/2016).

Nirwono menjelaskan, sebenarnya apabila Gubernur Ahok sejak 2012 fokus menanganan lima penanganan banjir, peristiwa banjir sabtu 27 Agustus 2016 di Kemang tidak perlu terjadi.

Pertama, naturalisasi 13 sungai bukan normalisasi atau betonisasi sungai. Kedua, revitalisasi 44 waduk dan 14 situ yang masih terlantar. Ketiga, Rehabilitasi seluruh saluran air dari skala mikro, meso, makro agar terhubung baik dan lancar tidak ada yang tersumbat.

Keempat, optimalisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang sudah ada sebagai daerah reapan air dan terus menambah RTH baru, bukan Ruang Publik Terbuka Ramah anak (RPTRA). Terakhir, optimalisasi halaman rumah, kantor, dan lain-lain sebagai daerah resapan air.

"Intinya tidak ada air hujan yang terbuang, tetapi semua diresapkan daam tanah atau ditampung didalam kolam penampungan sebagai cadangan air," ungkapnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7897 seconds (0.1#10.140)