Efektifitas Ganjil Genap dan Sterilisasi Tergantung Penegakan Hukum

Sabtu, 23 Juli 2016 - 03:08 WIB
Efektifitas Ganjil Genap dan Sterilisasi Tergantung Penegakan Hukum
Efektifitas Ganjil Genap dan Sterilisasi Tergantung Penegakan Hukum
A A A
JAKARTA - Jelang pelaksanaan ujicoba sistem ganjil genap pada 27 Juli mendatang, sejumlah busway justru kembali dilintasi kendaraan pribadi. Padahal, salah satu andalan Pemprov DKI agar pengendara pribadi yang dilarang melintas di kawasan ganjil adalah menggunakan bus Transjakarta.

Kondisi kemacetan di Jakarta semakin memprihatinkan. Berdasarkan data Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, jumlah kendaraan yang melintas di Jakarta saat ini berjumlah sekitar 18 juta. Pada pusat perkotaan atau jalan protokol, jumlah kendaraan mencapai sekitar 6.000 per jam dengan kecepatan rata-rata 20-30 kilometer. Bahkan, pada saat jam-jam sibuk, kecepatan kendaraan tidak lebih dari 10 kilometer per jam.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov DKI pada 27 Juli akan melakukan ujicoba sistem ganjil genap di sembilan ruas jalan protokol atau bekas kawasan 3 in 1. Sistem ganjil genap akan berlaku resmi pada 30 Agustus hingga pengunaan sistem pengendalian jalan berbayar atau Elektronik Road Pricing (ERP) resmi beroperasi.

Pada 27 Juli, kendaraan pribadi yang boleh melintasi kawasan ganjil genap adalah kendaraan dengan nomor polisi terakhir ganjil. Kemudian pada hari berikutnya bernomor polisi akhir genap. Ganjil-genap mengikuti kalender tahunan berjalan. Apabila sistem tersebut efektif, 50% dari 6.000 kendaraan di jalan protokol hilang dengan sendirinya. Sebab, jumlah kendaran bernopol polisi akhir ganjil genap berbanding sama, yakni 50 :50.

Para pengendara pribadi yang tidak boleh melintas di kawasan ganjil genap bisa menggunakan jalur alternatif yang ada disekitar kawasan ganjil genap. DKI berharap agar pengendara pribadi justru meninggalkan kendaraannya dan beralih ke bus Transjakarta dengan fokus meningkatkan pelayanan dan sterilisasi jalur menggunakan barikade beton setinggi 60 cm.

Sayangnya, berdasarkan pantauan kondisi jalur bus Transjakarta saat ini kembali dilintasi kendaraan pribadi dan waktu kedatangan bus di halte semakin lama. Misalnya, di koridor Pondok Indah-Kalideres. Pada awal pemasangan barikade beton sebagai seperator beberapa bulan lalu, polisi dan petugas penjaga pintu masuk jalur kerap menindak pengendara pribadi. Namun, pasca Hari Raya Lebaran, jalur bus kembali ramai oleh kendaraan pribadi dan tidak ada polisi atau penjaga pintu jalur bus Transjakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun mengakuinya. Namun, dia menyerahkan semuanya kepada pihak kepolisian lantaran jalur tersebut merupakan jalur evakuasi.

"Yang bisa menilang itu polisi. Makanya kami minta bantuan polisi. Dishub sudah koordinasi," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.

Pengamat Transportasi dari Institut Studi transpirtasi (Instrans), Izul Waro menuturkan, untuk mengatur lalu lintas itu harus ada hukum yang tegas. Hal tersebut merupakan kewenangan sepenuhnya penegak hukum. Untuk itu, kebijakan perkembangan Pemprov DKI harus dibarengi dengan berkembangnya penegakan hukum kepolisian.

Kompleksnya permasalahn lalu lintas di Jakarta saat ini, lanjut Izul semakin semrawut. Jumlah kendaraan roda dua dan roda empat semakin banyak. Penegakan hukum untuk mengatasi hal tersebut harus berbasis elektornik seperti yang berlaku di negara-negara maju dalam hal penataan transportasinya.

Dia berharap, dengan adanya Kapolri baru, penegakan hukum lalu lintas berkembang berbasis teknologi. Kalau perlu, Presiden Joko Widodo memerintahkan kapolri untuk fokus dalam penegakan hukum lalu lintas berbasis teknologi itu. Sebab, dengan jumlah kendaraan yang begitu banyak, kepolisan tidak bis lagi mengandalkan anak buah dan menilang manual.

"Sumber daya manusia dan modalnya mampu kok. Enggak perlu ambil dana dari luar. Pakai saja dana tilang dan retribusi lain. Selama ini kan tidak jelas, beribu kendaraan di kejaksaan tertimbun karena penggunaan dana tilang belum ada aturanya. Semuanya tinggal keingginan saja. Harusnya setiap pelantikan Kapolri isu lalu lintas dibahas, jangan teroris terus," tegasnya.

Terkait sistem ganjil genap yang diberlakukan pada 27 Juli mendatang, Izul yakin tidak akan efektif. Apalagi tindakannya dengan sistem sampling. Menurutnya, dengan sistem sampling tersebut, pengendara pribadi masih banyak yang akan lolos dalam penindakan.

Apalagi, Izul melihat, pelayanan bus Transjakarta belum mampu meningkatkan pelayananan primanya. Sterilisasi jalur masih belum bisa diatasi. Dalam hal ini, polisi harus memperbanyak jumlah dan jaga dengan konsisten di persimpangan jalur bus Transjakarta.

"Persimpangan kan tidak ada jalur khusus. Kembali ke komitmen pihak kepolisian mensterilkan. Semakin sering melakukan hak-nya deskresi, tidak akan mungkin meningkatkan busway. Tidak steril pasti tidak menarik," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9230 seconds (0.1#10.140)