BI: RI Masih Hadapi Risiko Ketidakpastian Ekonomi Global

Selasa, 24 November 2015 - 20:42 WIB
BI: RI Masih Hadapi Risiko Ketidakpastian Ekonomi Global
BI: RI Masih Hadapi Risiko Ketidakpastian Ekonomi Global
A A A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengungkapkan, pada 2016 Indonesia masih harus dihadapkan dengan ketidakpastian perekonomian global yang tinggi. Bahkan, ketidakpastian tersebut cenderung akan semakin kompleks.

"Kami cermati setidaknya terdapat tiga risiko utama yang perlu kita antisipasi dan sikapi," katanya dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2015 di JCC, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Risiko pertama, kata Agus, terkait prospek pertumbuhan ekonomi global yang meskipun diperkirakan akan membaik menjadi 3,5%, namun ada risiko proyeksi tersebut dapat menjadi lebih rendah.

"Risiko koreksi ini terutama apabila pemulihan ekonomi China dan negara berkembang lain tidak sesuai harapan. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena hingga kini geliat ekonomi China dirasakan masih belum cukup kuat," tuturnya.

Mantan Bos Bank Mandiri ini menjelaskan, proses rebalancing ekonomi China dari perekonomian berbasis investasi ke konsumsi akan memakan waktu cukup lama, sejalan dengan perkembangan demografi yang tengah memasuki aging population.

"Kondisi ini berisiko membawa pertumbuhan ekonomi China memasuki era new normal, yaitu era pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibanding yang ditorehkan dalam satu dasawarsa terakhir," ungkapnya.

Risiko kedua, lanjut Agus, terkait penurunan harga komoditas yang diperkirakan masih berlanjut pada 2016 sejalan dengan berakhirnya super-cycle harga komoditas. Menurutnya, perkembangan ini perlu terus disikapi karena dapat semakin menurunkan ekspor Indonesia.

"Ini juga akan menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor berbasis sumber daya alam," terangnya.

Selanjutnya, risiko ketiga terkait dampak global yang ditimbulkan oleh proses normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), baik dari sisi waktu maupun besaran perubahan tingkat suku bunga The Fed (Fed Fund Rate).

Agus memaparkan, pasar keuangan global akan memasuki episode likuiditas dolar Amerika Serikat (USD) yang cenderung lebih ketat sehingga menopang penguatan USD. Untuk itu, Indonesia perlu mewaspadai terjadinya proses rekomposisi modal portofolio oleh para pemodal global, yang dapat memutarbalikan arah aliran modal keluar dari negara berkembang.

"Selain ketiga risiko tersebut, tentunya kita perlu mencermati dinamika global lain, termasuk konstelasi kebijakan ekonomi global yang menjurus pada upaya meningkatkan daya saing melalui mata uang atau currency war. Karena, pengalaman kita di 2015 seperti saat China tiba-tiba mendevaluasi mata uang yuan tanpa diperkirakan sebelumnya," pungkas Agus.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.4747 seconds (0.1#10.140)